Kokoinves.com – Industri tekstil di Indonesia menghadapi tantangan besar pasca dinyatakannya kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau saham SRIL atau Sritex. Perusahaan ini, yang sebelumnya merupakan salah satu pemain utama di sektor tekstil, kini menghadapi kendala besar dalam upaya memenuhi kewajiban finansialnya. Banyak analis memprediksi dampak negatif kepailitan ini terhadap prospek saham SRIL, khususnya dalam kaitannya dengan harga saham yang masih dalam posisi suspensi. Artikel ini mengulas penyebab kepailitan Sritex, dampaknya terhadap sektor tekstil, dan pandangan para analis mengenai langkah yang sebaiknya diambil perusahaan.
Mengapa Saham SRIL Mengalami Pailit?
Salah satu alasan utama di balik kepailitan saham SRIL adalah kinerja keuangan dan operasional perusahaan yang tertekan akibat masifnya impor tekstil dari Tiongkok. Menurut Vinko Satrio Pekerti, Analis Literasi dan Edukasi Nasabah PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, harga jual tekstil dalam negeri mengalami penurunan signifikan akibat persaingan dengan produk impor. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan tekstil lokal, termasuk Sritex, mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban utangnya kepada kreditur.
Vinko menyebutkan bahwa tren penurunan penjualan yang terjadi sejak pandemi COVID-19 berperan besar dalam melemahkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang. “Dampak pandemi yang menurunkan penjualan sangat terasa, membuat banyak perusahaan, termasuk Sritex, kesulitan dalam membayar kewajiban,” ujarnya pada Kamis (24/10/2024).
Pengaruh Kepailitan Saham SRIL terhadap Kepercayaan Investor
Keputusan pailit yang diterima SRIL menimbulkan ketidakpastian di kalangan investor, terutama bagi mereka yang berinvestasi di sektor tekstil. Vinko menjelaskan bahwa saham SRIL berpotensi turun ke level Rp50 apabila suspensi saham dibuka. “Namun, kemungkinan besar Bursa Efek Indonesia (BEI) belum akan membuka suspensi dalam waktu dekat, terutama dengan adanya kasus pailit ini,” tambahnya.
Kepailitan Sritex ini juga membawa dampak luas terhadap industri tekstil secara umum. Industri ini sudah menghadapi tantangan harga bahan baku yang fluktuatif serta ketatnya persaingan dengan produk tekstil impor. Beberapa analis berharap pemerintah bisa memberi dukungan lebih besar pada industri ini agar tetap kompetitif di pasar domestik.
Baca Juga : Cinema XXI (CNMA) Bagikan Dividen Interim Rp416 Miliar kepada Pemegang Saham
Langkah yang Disarankan Analis untuk Memulihkan Saham Sritex
Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist dari Mirae Asset Sekuritas, menyarankan agar SRIL melakukan buyback saham sebagai salah satu langkah pemulihan. Menurutnya, tindakan ini penting karena masyarakat masih memegang saham SRIL yang nilainya turun drastis. “SRIL semestinya segera melakukan buyback untuk menunjukkan komitmennya pada para investor,” kata Nafan.
Nafan juga mencatat bahwa banyak saham emiten tekstil saat ini kurang likuid dan cenderung mengalami stagnasi sejak pandemi melanda. “Emiten tekstil memerlukan perbaikan kinerja untuk meningkatkan likuiditas dan menarik kembali minat investor,” tambahnya.
Kronologi Kepailitan Sritex
Kepailitan Sritex diputuskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada Senin (21/10/2024), terkait kasus nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Permohonan pembatalan perdamaian diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon, yang mengklaim Sritex dan anak perusahaannya gagal memenuhi kewajiban pembayaran. Selain Sritex, perusahaan lain yang terlibat dalam perkara ini adalah PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Indo Bharat meminta PN Niaga Semarang untuk membatalkan putusan Pengesahan Rencana Perdamaian yang sebelumnya dikeluarkan pada 25 Januari 2022.
Langkah Sritex Menghadapi Tekanan Impor
Direktur Utama SRIL, Iwan Kurniawan Lukminto, menyatakan bahwa Sritex telah melakukan berbagai penyesuaian kapasitas produksi serta efisiensi tenaga kerja untuk menanggulangi penurunan permintaan. Iwan berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi produsen lokal dari banjir produk impor. “Kami mengharapkan kebijakan yang bisa mengurangi impor tekstil agar perusahaan lokal memiliki peluang bersaing lebih baik,” ujar Iwan dalam Public Expose SRIL pada Selasa (25/6/2024).
Masa Depan Industri Tekstil Indonesia: Harapan dan Tantangan
Kepailitan Sritex menyoroti masalah-masalah fundamental yang dihadapi industri tekstil Indonesia, mulai dari persaingan dengan produk impor hingga fluktuasi harga bahan baku. Analis menyarankan agar pemerintah mengambil langkah proaktif untuk melindungi industri tekstil nasional, misalnya dengan menerapkan regulasi yang membatasi impor atau memberikan insentif kepada produsen lokal.
Selain itu, industri tekstil Indonesia memerlukan peningkatan inovasi dan efisiensi agar tetap kompetitif, baik di pasar domestik maupun internasional. Dengan dukungan pemerintah dan upaya restrukturisasi, ada harapan industri tekstil dapat bangkit kembali dan mengurangi ketergantungan pada produk impor.